TEMPO.CO, Jakarta -Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU melihat struktur industri minyak goreng di dalam negeri cenderung mengarah ke oligopoli. Musababnya, regulasi yang ada dianggap menghambat tumbuhnya pelaku usaha baru sehingga membatasi persaingan usaha.
“Seperti dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 21 Tahun 2017, itu mewajibkan bahan baku dipenuhi dari kebun sendiri sekurang-kurangnya 20 persen,” ujar Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Ranamanggala dalam konferensi pers virtual, Kamis, 20 Januari 2022.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 21 Tahun 2017 yang merupakan perubahan atas Permentan Nomor 26 Tahun 2007 mengatur tentang perizinan usaha perkebunan. Dalam beleid itu disebutkan, usaha industri pengolahan hasil perkebunan harus memenuhi 20 persen bahan baku dari kebun yang diusahakan sendiri untuk mendapatkan izin usaha perkebunan pengolahan (IUP-P).
KPPU, kata Mulyawan, pernah mengirim surat kepada presiden untuk mencabut kewajiban pertimbangan pemenuhan bahan baku 20 persen pada 2007 lalu. Selain Permentan, KPPU memandang perlunhya perbaikan terhadap regulasi Kementerian Perindustrian yang mewajibkan standar nasional atau SNI dan kandungan vitamin A dalam minyak goreng.
“Ini hambatan untuk munculnya pelaku usaha baru terutama bagi pelaku usaha lokal dan skala kecil serta menengah dalam industri minyak goreng,” kata dia.
Selanjutnya, KPPU menyoroti kebijakan Kementerian Perdagangan mengenai kebijakan kewajiban pengedaran minyak goreng dalam bentuk kemasan dan larangan minyak curah. Mulyawan menyebut kebijakan ini akan menguntungkan kelompok usaha besar dan menimbulkan entri barrier atau hambatan untuk usaha baru.
Data consentration ratio (CR) yang dihimpun KPPU pada 2019 menunjukkan, empat industri besar tampak menguasai mayoritas pangsa pasar minyak goreng di Indonesia. Tiga di antaranya masing-masing mencaplok lebih dari 10 persen pangsa pasar.
Sebaran Pabrik Minyak Goreng Tak Merata